Rabu, 24 Desember 2008

Nilai-nilai Matematika Lebih Dari Sekedar Angka Bagi Masyarakat

Oleh Rahmi Andri Wijonarko *

Pelajaran matematika di ruang-ruang kelas sejatinya dapat menjadi cikal bakal bagi pembentukan masyarakat maju. Dalam pembelajaran matematika guru tidak selayaknya hanya memberikan simbol-simbol abstrak dan teorema yang membosankan bagi sebagian besar siswa. Melalui penyampaian tujuan pembelajaran yang jelas dan pendekatan realistis matematika akan menjadi teman keseharian siswa, karena sekarang manusia tidak bisa lepas sama sekali dari angka, hitungan, dan logika.

Di luar ruang kelas sana, perkembangan bidang sains dan teknologi sangat cepat dan menakjubkan. Semua hal yang mengagumkan itu secara ekstrim dapat dikatakan berhutang kepada matematika. Setiap orang yang diuntungkan dari fasilitas teknologi dan sains harus mengetahui paling tidak ‘sedikit’ matematika agar berhasil dan baik dalam menggunakannya. Oleh karena itu, matematika tidaklah layak hanya diperlakukan sebagai disiplin ilmu di dalam ruang-ruang kelas saja seperti yang terasa kini.

Ada ungkapan yang mengatakan ‘Matematika adalah cermin peradaban’. Potret sejarah matematika memang menunjukkan kebudayaan dan peradaban suatu masyarakat sipil. Dengan studi sejarah yang lebih dalam dan seksama akan dapat diturunkan suatu fakta bahwa peradaban kuno sangatlah berkaitan erat dengan perkembangan matematika. Dengan kata lain, sejarah matematika adalah juga sejarah peradaban. Sejarah matematika telah mengungkapkan bahwa kapan pun suatu masyarakat memberikan titik berat pada pengetahuan matematika, maka terciptalah di sana kemajuan yang luar biasa. Guru matematika juga banyak membaca sejarah, tetapi mungkin kurang menyadari hal ini.

Ketika matematika memberikan kontribusinya dalam kemajuan sains dan teknologi, masyarakat mengambil banyak manfaat. Sekali lagi, sejarahnya menampilkan suatu gambaran pembangunan keseluruhan peradaban manusia. Apa yang kita miliki dalam bentuk pengetahuan matematis hari ini adalah buah dari kombinasi usaha semua umat manusia. Matematika adalah warisan umum umat manusia dan bukan milik ekslusif bangsa, ras, atau negara tertentu. Melalui sejarah kita dapat membaca, bangsa Babilonia memiliki pengetahuan tentang perkalian dan pembagian angka-angka, mengambil kuadrat dan menarik akar kuadrat angka-angka, serta mampu menemukan luas bidang geometris tertentu. Peradaban Mesir juga berhutang pada matematika. Aristoteles mengatakan bahwa matematika lahir di Mesir, karena di sana kelas rahib mempunyai waktu luang yang memang diperlukan untuk mempelajarinya. Merekalah yang telah mengarahkan tenaga budak untuk merealisasikan matematika dengan membangun piramida di masa-masa awal peradaban manusia. Saat kita memikirkan peradaban Yunani, kita tak dapat melupakan diri dari nama-nama besar ahli matematika seperti Thales, Pythagoras, Plato, Ptolemius, Archimedes, Apollonius, Pappus, Diophantus, dll. Saat kita lebih jauh lagi membuka lembar sejarah, dapat dilihat pula kontribusi dari bangsa Romawi, Cina, Jepang, Arab, dan India pada matematika. Sejauh mana hal ini sudah di sampaikan para guru kepada siswa?

Patut disayangkan selama ini pemahaman tentang nilai-nilai dalam pembelajaran matematika yang disampaikan para guru belum menyentuh ke seluruh aspek yang mungkin. Matematika hanya dikenal sebagai tools untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam dunia sains, baik eksakta maupun non eksakta. Memang matematika adalah bahasa artifisial yang berbeda dengan bahasa verbal biasa. Tuntutan agar siswa mampu menguasainya dan menjadi syarat kelulusan ujian nasional menjadikan matematika adalah beban bagi banyak siswa di sekolah-sekolah, bahkan sampai ke tingkat momok/ketakutan (anxiety) yang serius terhadap subyek ini. Banyak akhirnya yang sampai terbentuk suatu konsep diri dalam siswa itu bahwa dia tidak mungkin bisa matematika, tidak berbakat, dan sebagainya.

Para guru kadang terpancing untuk memenuhi target nilai UAN yang tinggi sehingga banyak nilai-nilai lain yang jauh lebih langgeng bagi siswa itu terlupakan. Sebenarnya dengan seringnya guru memaparkan dan menggali nilai-nilai matematika dalam pembelajaran, maka penulis yakin motivasi siswa akan terus tumbuh dan timbul ketertarikan pada matematika. Menurut penulis ada sekitar tujuh nilai yang dapat secara kontinyu kita sampaikan ke siswa, tentunya dengan variasi bahasa verbal, contoh, fakta, kliping, dan kreatifitas guru agar tidak monoton.

1. Nilai praktis dan nilai guna

Siswa dengan mudah dapat diajak berpikir tentang nilai-nilai praktis dan nilai guna matematika. Misalnya, orang awam yang bekerja kasar dapat menaikkan muatan dengan ‘sangat’ baik tanpa belajar bagaimana membaca dan menulis, tetapi dia tak akan bisa bekerja dengan baik tanpa mempelajari hitungan dan berhitung. Orang yang tidak berpengetahuan tentang matematika akan di kasihani orang lain dan akan mudah diperdaya. Atau dengan bahasa yang lebih tinggi, seperti: pengetahuan tentang proses dasar matematika dan keterampilan menggunakannya adalah persyaratan awal bagi manusia. Kebanyakan individu seperti halnya kelompok, sama saja merancang kegagalan dalam hidup karena kurangnya kepekaan berhitung (sense of calculation). Seseorang dengan perhitungan yang sesuai dapat mengantisipasi seluruh penghalang yang mungkin ditemui dan oleh karena itu, dia mampu mengikuti langkah pencegahan. Individu adalah satuan terkecil dari masyarakat sipil. Masyarakat dapat makmur hanya bila unit terkecilnya juga makmur. Dalam profesi secara langsung atau tidak, penggunaan matematika terjadi. Banyak proyek tergantung pada matematika untuk keberhasilan fungsinya. Matematika telah menjadi dasar seluruh sistem bisnis dan perdagangan dunia. Ketidakmampuan massal dalam menguasai matematika adalah penghalang kemajuan suatu negara yang tak dapat dihindari.

Orang terkadang disesatkan dengan nilai praktis matematika lantaran suatu perasaan bahwa apapun yang diajarkan di kelas tingkat atas (SMA, Perguruan Tinggi) cuma sedikit yang dipakai dalam kehidupan di masyarakat. Orang biasa juga jarang menggunakan pengetahuan matematika tingkat tinggi dalam masa tuanya. Tetapi nilai suatu subyek tidak dapat diukur dengan cara seperti ini. Napoleon pernah berkata, “ kemajuan dan peningkatan matematika berhubungan dengan kemakmuran suatu negara.” Benarkah?

Penulis menemukan data menarik dari Jurnal American Insitute for Research bulan November 2007, menurut National Center for Education Statistics, rata-rata warga Amerika- yang kita pandang sebagai negara maju-ternyata tidak begitu melek matematika. Hal itu membuat kekhawatiran yang berarti bagi masa depan peradaban mereka dan jelas mereka menyatakan kondisi itu sebagai a nation at risk (www.air.org). Survey menunjukkan: 78% warga AS tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menghitung pembayaran bunga hutang, 71% tidak dapat menghitung mil yang ditempuh per gallon BBM dalam perjalanannya, 58 % tidak dapat menghitung tiap 10 % tip pada tagihan makan siangnya. Kemampuan anak-anak kelas 8 di AS juga cuma basic, di bawah negara yang berstandar proficient yaitu Singapura, Hongkong, Republik Korea, China Taipei, Jepang, dan Belgia. Sedangkan posisi Indonesia masih di bawah Malaysia (basic) se tingkat dengan Philipina. (Pada gambar AS diwakili oleh negara bagian Alabama).

2. Nilai kedisiplinan

Kebiasaan siswa menganalisis dengan teliti suatu situasi sebelum pengambilan keputusan sangat membantu dalam situasi hidup yang kompleks, di mana pengambilan keputusan menjadi makin sulit. Ketika matematika menangani fakta-fakta yang akurat dan presisi, maka tidak ada lingkup untuk ketidakpastian atau ketidakjelasan. Ini membuat pikiran para pelajar makin luas dan terbuka. Ia menikmati suatu penerimaan universal tanpa penghalang negara, bahasa, iklim, dan sebagainya. Pengetahuan matematika membantu anggota masyarakat untuk mengorganisasi idenya lebih logis dan mengungkapkan pemikirannya secara lebih akurat dan eksplisit. Matematika melatih anggota masyarakat tidak take for granted (langsung membenarkan) terhadap suatu hal, atau bergantung pada tradisi atau otoritas, tetapi menyandarkan pada pemberian alasan.

3. Nilai Budaya

Esensi dari budaya masyarakat sipil adalah dalam gaya hidup warganya. Budaya merefleksikan bagaimana mereka hidup, bertingkah laku, berpakaian, makan, minum, membesarkan anak, dan menjaga hubungan sosialnya. Mode hidup anggota masyarakat sangat besar ditentukan oleh kemajuan teknologi dan sains, yang pada gilirannya tergantung pada kemajuan dan perkembangan matematika. Oleh karena itu, perubahan gaya hidup dan begitu pula budaya secara kontinyu terpengaruhi oleh kemajuan matematika. Matematika juga membantu dalam pemeliharaan dan penerusan tradisi budaya kita.

4. Nilai Sosial

Matematika membantu menyesuaikan organisasi dan memelihara suatu struktur sosial yang berhasil. Matematika berperan penting dalam menyusun institusi soaial seperti bank, koperasi, rel kereta, kantor pos, perusahaan asuransi, industri, pengangkutan, navigasi dan lain sebagainya. Transaksi bisnis yang efektif, ekspor dan impor, perdagangan dan komunikasi kini tak dapat berlangsung tanpa matematika. Maka, kelancaran dan kerapian fungsi masyarakat sipil di pastikan dengan matematika. Kesuksesan seseorang dalam sebuah masyarakat tergantung sebaik apa dia dapat menjadi bagian masyarakat, kontribusi apa yang dapat dia berikan bagi kemajuan masyarakat, dan sebagus apa dia dapat diuntungkan oleh masyarakat. Saat ini, keberadaan sosial kita secara total diatur oleh pengetahuan sains dan teknologis yang hanya dapat diperoleh dengan studi matematika. Berbagai metode dan logika matematika digunakan untuk menyelidiki, menganalisis, dan menyimpulkan mengenai pembentukan berbagai aturan sosial dan pemenuhannya. Lebih dari itu, nilai-nilai diperoleh melalui pembelajaran matematika akan membantu seseorang untuk melakukan penyesuaian dirinya dan membimbingnya pada keselarasan hidup dalam masyarakat.

5. Nilai Moral

Studi matematika menolong siswa dalam pembentukan karakternya lewat berbagai cara. Matematika membentuknya ke sikap yang sesuai, seperti tidak ada ruang untuk perasaan yang merugikan, pandangan yang menyimpang, diskriminasi, dan berpikir tak masuk akal. Matematika membantunya dalam analisis obyektif, memberikan alasan yang benar, kesimpulan yang valid (sah) dan pertimbangan yang tak berat sebelah. Nilai-nilai moral ini tertanam dalam pikiran karena perulangan dan membantunya menjadi anggota masyarakat yang berhasil.

6. Nilai Estetika (Seni/Keindahan)

Matematika makin kaya dengan daya tarik keindahannya. Kerapian dan kecantikan hubungan matematis menyentuh emosi kita, lebih seperti musik dan seni yang dapat mencapai kedalaman jiwa dan membuat kita merasa benar-benar hidup. Ketika kita menelusuri biografi matematikawan, kita melihat bahwa hampir seluruhnya tertarik pada ‘disiplin ilmu ketuhanan’ ini dengan menyadari kecantikannya.mereka seolah tidak sedang mempelajari matematika, tetapi bersembahyang dengannya. Kehalusannya, keharmonisannya, kesimetrian segala sesuatunya menambah kecantikannya. Musik atau seni adalah keluaran sederhana dari kecantikan abadi ini.

7. Nilai Rekreasi (Hiburan)

Matematika memberikan suatu ragam peluang hiburan untuk mendewasakan orang sebagaimana anak-anak. Matematika menghibur orang lewat aneka puzzle, permainan, teka-teki, dan lain-lain. Permainan video komputer modern juga dibangun melalui penggunaan matematika yang semestinya. Arti penting dari jenis rekreasi matematis adalah ia memampukan seseorang membangun imajinasinya, menajamkan intelektualitasnya dan mengukir rasa puas pada pikirannya. Otak manusia adalah sebuah organ yang makin baik dengan berlatih. Studi matematika dengan begitu memberikan latihan yang cukup bagi otak seseorang. Untuk beberapa praktisi matematik, kesenangan harian menguraikan hubungan matematis yang aneh selalu menjadi hal yang menghibur.

Sejauh ini memang jarang terpublikasi penelitian tentang sejauh mana kepedulian masyarakat Indonesia terhadap matematika, tetapi bukan berarti hubungan itu tidak ada artinya. Penulis menganggap masyarakat kita dan para siswa masih cenderung melihat nilai angka UAN matematikanya. Padahal struktur dan fungsi-fungsi masyarakat di mana para siswa ini hidup sangat besar ketergantungannya pada matematika, termasuk isu-isu semacam kenaikan harga sangat kental bahasa matematikanya. Namun satu hal adalah bahwa warga masyarakat Indonesia tanpa melihat tingkat pendidikan atau pekerjaannya tampaknya tinggi sekali ketidakpeduliannya pada hal ini. Dalam dunia yang sudah melek teknologi ini, kita tak dapat memikirkan suatu masyarakat yang bebas matematika. Apa yang kita lakukan? Masyarakat harus membuka mata dan mengakui kebaikan matematika. Tak diragukan, inilah yang akan membuat masyarakat kita maju dengan kekuatan yang dahsyat. Harus ada pergeseran- dari matematika yang cuma digeluti guru dan akademisi menuju ke matematika yang memasyarakat, khususnya dalam hal nilai sosialnya.

*) Penulis adalah staf pengajar Matematika Sekolah Integral Luqman Al Hakim-Pesantren Hidayatullah Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar